phone: +6281254509366
e-mail: rizki_apriady46@yahoo.co.id

Review The Great Gatsby (2013)


Perhatian! Ini bukan film tentang produk minyak rambut pria yang hebat meskipun faktanya banyak pria dengan rambut klimis di dalamnya. Ya, ini adalah The Great Gatsby yang lain, sebuah remake dari drama romantis berjudul sama yang disutradarai Jack Clyaton dan dibintangi Robert Redford empat dekade lalu. Di versi daur ulangnya ini ada sutradara Moulin Rouge Baz Luhrmann yang mencoba menciptakan kembali dunia cinta penuh konflik di era jazz klasik dari setiap lembar dari novel yang juga sumber aslinya milik yang penulis kondang F. Scott Fitzgerald.

Kisahnya dibuka dengan narasi yang disuarakan lulusan Yale dan veteran perang dunia pertama, pemuda naif alkoholik itu adalah Nick Carraway (Tobey Maguiere) yang sebelumnya pernah terjebak dalam kehidupan glamor dan konflik cinta para tetangganya di West Egg, Long Island. Ada pasangan pasutri kaya, Daisy Buchanan (Carey Mulligan), dan suaminya, Tom (Joel Edgerton) yang juga teman Nick sewaktu kuliah. Lalu juga ada Jordan Baker (Elizabeth Debicki), wanita cantik, sahabat Daisy yang ingin dipasangkan dengan Nick. Tetapi yang paling menarik perhatian Nick adalah tetangga samping rumahnya, seorang miliader misterius bernama Gatsby (Leonardo DiCaprio) yang sering mengadakan pesta besar-besaran di rumah mewahnya.

Ada kemeriahan pesta yang dipenuhi musik, dansa dan kembang api penuh warna warnai yang glamor, ya, itu semua seperti materi-materi kesukaan Lurhmann apalagi ketika kamu memberikan tema cinta tragis di dalamnya bisa dipastikan ia akan memberikanmu sebuah sajian megah dengan visual yang sama cantiknya dengan performa para ensemble cast yang bermain di dalamnya, apalagi kali ini Lurhmann menghadirkannya dalam format 3D yang sedang booming. Sumber aslinya adalah bacaan yang bagus, sama bagusnya dengan karya klasik Shakespeare, Romeo and Juliet yang pernah diadaptasi Lurhmann dalam era modern yang juga diperankan DiCaprio sebagai Capulet muda, tetapi Gatsby sendiri punya materi lebih dewasa, lebih kompleks dari dua sejoli yang cinta mati dan juga erat dengan era modern saaat ini ketika ia banyak menyinggung  dunia para hedonis yang penuh dengan materi berlebih, meskipun di balik setiap pakaian mahal, mobil mewah dan perhiasaan berkilaunya ini masih sama-sama berisi tentang cinta sejati dan pengorbanan besar.

Untuk teknis, Lurhmann jelas tidak usah diragukan, dari Strictly Ballroom yang kecil sampai Australia yang besar ia punya cita rasa tinggi dalam memvisualisasikan setiap momen-momen sentimentilnya bersama balutan artisitik tingkat tinggi yang memukau dan memanjakan mata, editing cepat plus dukungan musik-musik kontemporer yang tidak sesuai dengan jamannya. Namun di sisi lain Lurhmann sebenarnya bukan pencerita yang ulung bahkan Moulin Rouge sendiri yang buat saya adalah karya terbaik Lurhmann juga banyak tertolong oleh performa apik Nicole Kidman dan Ewan McGregor serta pilihan tembang-tembang romantisnya yang indah, maka tidak terlalu mengejutkan jika narasi Gatsby tidak mampu hadir sekuat novelnya atau setidaknya versi 78′nya yang sempat populer itu.

Ya, meskipun tidak sampai terseok-seok seperti Australia, tetapi Gatsby terasa terlalu lama dan seperti berputar-putar untuk mencapai titik yang ingin dituju, namun masalah terbesarnya bukan pada durasi yang panjang, plot dragging atau dialog-dialog membosankannya, tetapi ketika Luhrmaan gagal menghadirkan sisi emosional yang seharusnya bisa tergali lebih dalam lagi dari kisah cinta tragis macam ini padahal hampir semua pemainnya sendiri sudah semaksimal mungkin menghadirkan setiap karakternya dengan perfoma yang bagus, terutama Joel Edgerton yang tampil paling apik. Sementara karakter utama Gatsby yang dibawakan DiCaprio tersaji bak dua sisi mata uang yang berbeda, begitu misterius dan berwiba di awal namun ia begitu kesepian dan menyedihkan di sisi lainnya sebagai pria yang menderita banyak karena cinta.

Satu lagi adaptasi Lurhmaan yang tidak mampu memberikan sebuah penghormatan besar pada sumber aslinya. The Great Gatsby itu hanya terasa mewah di kulit luarnya dengan segala parade visual yang cantik dan iring-iringan lagunya yang enak, namun dalam hal miskin ketika mengadaptasi  emosi dari setiap lembar tulisan-tulisan apik Fitzgerald tentang cinta sejati dan pengorbanan di gemerlapnya dunia yang penuh harta dan ketenaran.


Rating
 

Review Iron Man 3 (2013)


Lima tahun lalu, bagi non fan boy seperti saya Iron Man mungkin hanya sekedar ‘manusia kaleng’, bukan siapa-siapa jika kamu mau membandingkannya dengan Spider-Man dan dua jagoan DC Comic; Batman dan Superman bahkan Hulk sekalipun, tetapi coba lihat sekarang?! Iron Man menjelma menjadi salah satu superhero yang paling diperhitungkan, terlebih ketika Marvel Studios memutuskan untuk menghadirkan versi live action-nya 2008 lalu, hasilnya; Dua seri, 1, 5 milliar Dolllar dan salah satu casting tebaik dalam dunia per-superhero-an setelah Christopher Reeves dan Superman-nya dalam diri Robert Downey Jr sebagai billiuner, playboy, genius, dermawan berbaju zirah super; Tony Stark.

Iron Man 3 sendiri adalah sebuah evolusi, baik di dalam maupun di luar layar paska sekuel pertamanya dan The Avengers, sebuah awal baru buat proyek Marvel Phase 2. Kali ini ada Shane Black penulis action hit Lethal Weapon dan sutradara Kiss Kiss Bang Bang mengambil tongkat estafet pernyurtradaraan yang ditinggal Jhon Favreau yang tampaknya memilih untuk tampil lebih santai sebagai eksekutif produser dan juga melanjutkan karakternya sebagai Happy Hogan. Lalu naskahnya yang ditulis Black bersama Drew Pearce punya potensi menjadi lebih jauh besar dari dua seri pendahulunya apalagi ketika keduanya mengadaptasinya dari salah satu versi terbaik komiknya; Extremis, termasuk memasukan salah satu musuh terbesar Iron Man; The Mandarin yang punya kekuatan super pada kesepuluh cicin saktinya

Jika film pertamanya adalah tentang bagaimana semuanya bermula dan Tony Stark menemukan siapa dirinya, lalu film keduanya adalah ketika ia menerima kehadiran orang lain dalam hidupnya dan sikapnya terhadap warisan masa lalunya dan kemudian melawan egonya di antara para superhero lainnya dalam The Avengers maka Iron Man 3 mencoba menghadirkan pendewasaan Stark, terutama ketika ia kembali lagi harus berjuang sendiri paska serangan alien di New York, tanpa bantuan S.H.I.E.L.D dan rekan Avengers-nya dalam menghadapi bahaya baru dalam bentuk virus nano-tech mengerikan buatan ilmuwan kejam Aldrich Killian (Guy Pearce) yang pernah dicampakan Stark 13 tahun lalu plus kehadiran teroris sekaligus supervillain tangguh, The Mandarin (Ben Kingsley) yang seperti kita lihat dalam trailer-nya sanggup meluluhlantakan Stark Mansion beserta armor-armor bajanya.

Meskipun kini ditangani Black namun sebenarnya ia tidak pernah mencoba pergi terlalu jauh dari apa yang diwariskan Favreau di dua seri sebelumnya serta tanpa kehilangan momen paska The Avengers. Fokusnya masih dan akan selalu berada pada pundak Tony Stark yang kini kembali menghadapi masalah terbesar; dirinya sendiri dengan segala kecemasan, kegelisahan, susah tidur dan serangan panik paska serangan Chitauri di New York. Masih ada elemen spionase, teknologi canggih dan manuver-manuver cantik di udara meskipun harus diakui paska kehadiran Pepper Potts yang kini mendiami rumahnya membuat Stark kehilangan sentuhan playboy-nya, namun sekali lagi ini tetap adalah sajian Iron Man khas Favreau yang mengasyikan.

Setengah jam pertamanya memang lambat panas, tetapi pesona Robert Downey yang galau dan penampakan sangar Kingsley plus momen hancurnya kediam Stark sedikit banyak membantu melewati masa-masa ‘sulit’ itu. Lalu setelah itu munculah malapetaka itu. Entah apa yang dipikirkan Black dan Pearce ketika menghadirkan sebuah twist yang menjungkir balikan ekpektasi banyak orang, baik fan boys atau tidak. Ya, itu adalah kejutan yang sangat konyol jika tidak mau disebut dengan kebodohan luar biasa, membuang percuma salah satu talenta terbesar yang sebenarnya sangat berpotensi membawa Iron Man 3  menjadi jauh lebih dahsyat. Akibatnya cukup signifikan, tidak peduli seberapa banyak armor-armor yang kemudian dikeluarkan Black sebagai ‘hadiah natal dan hingar bingar action sekuens yang menggetarkan di penghujungnya, jujur saja saya sudah terlanjur ilfil akibat blunder yang dibuatnya.

Robert Downey tentu saja kembali menjadi magnet terbesar franchise ini, tidak ada lagi orang yang mampu menggantikannya membawakan karkater Tony Stark-nya yang memesona itu. Sementara nama-nama lama seperti Don Cheadle kembali hadir, kali ini sebagai Iron Patriot (versi cat bendera Amerika dari War Machine), John Favreau yang sempat mencuri perhatian di awal film dan Gwyneth Paltrow yang kebagian porsi paling keren di sini setelah di dua filmnya ia hanya tampil sebagai pemanis. Lalu ada nama-nama baru, selain Ben Kingsley ada Guy Pearce dan Rebecca Hall yang sayangnya tidak mendapat porsi signifikan di sini.

Ditujukan sebagai pembuka fase kedua Marvel, Iron Man 3 sedikit lebih baik dari sekuel pertamanya yang tampil buruk dengan villain yang terlalu cepat kalah dan cerita yang konyol. Shane Black jelas tahu benar bagaimana melanjutkan warisan Iron Man yang ditinggalkan Favreau.  Ini seharunya bisa menjadi  bagian terbaik dari semua serinya sayang ‘kejutan’ di pertengahan film merusak mood-nya yang sebenarnya sudah dibangun Black dengan baik sejak awal.


Rating
 

Review G.I. Joe: Retaliation (2013)


Tidak ada lagi Stephen Sommers, Joseph Gordon-Levitt, Sienna Miller, Marlon Wayans dan Channing Tatum, eh, maaf, masih ada Tatum. Tetapi secara garis besar ini masih adaptasi salah satu franchise mainan (baca: action figure) laris Hasbro yang sama; hingar bingar CGI, pertempuran hi-tech dahsyat, duel maut dua ninja hebat dengan balutan tema “kebaikan melawan kejahatan” serta patriotisme modern yang dangkal. Jadi setelah sempat mengalami pengunduran jadwal tayang selama kurang lebih setahun untuk memantapkan versi 3D-nya dan promosi internasional maka  sabutlah G.I. Joe: Retaliation, sekuel sci-fi action dari G.I. Joe: The Rise of Cobra yang sempat merajai box office 2009 lalu.

Jadi dengan pendapatan yang melebihi 300 juta Dollar di film pertamanya tentu saja membuat para petinggi Paramount menjadi silau mata. Beberapa usaha dilakukan untuk membuat Retalition menjadi lebih memikat, Selain mempertahankan nama-nama lama seperti Channing Tatum, Arnold Vosloo, Ray Park, Jonathan Pryce, dan mega star Korea Selatan, Lee Byung-hun, studio berlambang gunung ini juga  menggelontorkan lebih banyak uang untuk biaya produksi, membuatnya dalam format 3D yang sepertinya menjadi sebuah kewajiban dan er.. mengganti posisi ‘komandannya’ kepada Jon M. Chu (Step Up 3D) juga menunjuk hidung Dwyne “The Rock” Johnson sebagai karakter sentral barunya, menggantikan Tatum yang “dibebas tugaskan” setelah 20 menit film berlangsung serta salah satu magnet action terbesar, Bruce Willis sebagai General Joseph Colton yang tampil di setengah jam terakhir.

Ya, ini masih G.I Joe yang sama dengan 4 tahun meskipun naskah garapan duet penulis Zombieland,  Rhett Reese dan Paul Wernick terlihat sedikit lebih baik ketimbang Rise of The Cobra dengan segala konflik-konflik berbau pengkhinatan, kudet dan pembalasan dendam seperti judulnya, “Retaliation”, namun secera keseluruhan formatnya tidak lebih jauh dari sebuah sajian aksi berisik tanpa otak dengan CGI mahal. Kisahnya? Masih melanjutkan cerita dari Rise of The Cobra. Paska ditekuknya Cobra Commander (Luke Bracey dan dialih suarakan oleh Robert Baker), para pasukan elit Amerika G.I Joe tetap meneruskan tugas mereka untuk melindungi negaranya. Namun misi terkahir mereka berakhir buruk. Diserang mendadak oleh pemerintahnya sendiri yang diperintahkan langsung oleh sang presiden mereka yang tampaknya sedang gila, nyaris menghabisi pasukan Joe dan hanya menyiskan Marvin F. Hinton a.k.a Roadblock (Dwayne Johnson), Flint (D.J. Cotrona), Jaye Burnett a.k.a Lady Jaye (Adrianne Palicki) dan Snake Eye (Ray Park). Sementara di tempat lain para anggota Cobra; Strom Shadow (Lee Byung-hun) dan Firefly (Ray Stevenson ) juga sedang sibuk untuk membebaskan pimpinan mereka yang ditahan di penjara berpenjagaan maksimum.

Rise the Cobra tidak banyak meninggalkan kenangan buat saya, adegan yang saya ingat hanya menara Eiffel yang rontok karena digerogoti oleh nanomites hijau dan Retaliation tampaknya juga punya nasib yang tidak terlalu berbeda dengan pradesesornya itu. Ini adalah jenis action menyenangkan untuk ditonton dengan segala narasinya yang ringan, komedi yang pas tapi tidak pernah kuat untuk meninggalkan kesan dan bercokol lama diingatan penontonnya.

Ya, rangkaian adegan aksinya memang keren dan juga bodoh, bahkan di menit-menit pertama saja kita sudah disugguhkan momen-momen penyergapan seru, dan Chu juga tampaknya tidak pernah menocoba untuk mengendurkan tensinya termasuk meyuuguhkan salah satu scene paling ditunggu para fansnya; pertarungan antara Snake Eyes dan rival abadinya Strom Shadow berlanjut pada baku hantam spektakuler di penggungan Himalaya, hingga akhirnya sebuah klimaks klise bersama Bruce Wills kemudian menutup aksi heroik nan klise.

Dari beberapa review yang ada banyak fans yang menunjukan kekecewaannya terhadap sekuel terbaru G.I Joe ini. Tetapi beruntung saya bukan salah satu penggemar mainan ini jadi imbasnya saya cukup menikmati setiap menit yang dihadirkan Chu. Ya, Retelation memang tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, sama-sama menyajikan sebuah pop corn movie tanpa otak berisik yang disaat bersamaan akan memanjakan matamu dengan format 3D-nya. Efeknya tentu mengasyikan buat penonton awam seperti saya yang tidak berharap macam-macam, toh Rise of The Cobra sudah memberi saya banyak gambaran yang pada akhirnya memang tidak berbeda jauh dengan yang satu ini.


Rating
 

Review Oblivion (2013)


Tidak semua filmaker punya kesempatan melakukan ini; Membawa graphic novel-nya sendiri yang bahkan belum dipublikasikan ke layar lebar, tetapi beruntung bagi sutradara Tron: Legacy, Joseph Kosinski yang diberi kepercayaan penuh oleh para petinggi Universal Pictures untuk melakukannya, tidak hanya itu, mereka juga memberikan Konsinski dana sebesar 120 Juta Dollar, nama-nama besar macam Morgan Freeman,  Olga Kurylenko, bahkan seorang Tom Cruise yang nontabene seperti yang kita tahu adalah magnet box-office tidak peduli apapun genre yang dibintangi mantan suami Katie Holmes itu.

Jadi ini yang terjadi di Oblivion; Bersetting di bumi pada tahun 2077 yang nyaris hancur akibat peperangan dengan mahlkuk asing 60 tahun lalu. Hampir semua manusia dievakusasi ke Titan; Salah satu bulan di Saturnus, dan hanya menyisakan Jack Harper (Tom Cruise) dan rekannya, Victoria (Andrea Riseborough) yang bertugas untuk mengawasi proses ekstraksi sumber daya bumi yang tersisa dari gangguan Scavenger (begitu mereka menyebut alien yang menyerbu bumi) yang masih ada, termasuk memperbaiki dan merawat drone (robot terbang) penjaga. Yang terjadi kemudian adalah rentetan peristiwa aneh,  puncaknya ketika ia menyelamatkan seorang wanita misterius, Julia (Olga Kurylenko) yang sekaligus mulai membuka mata Jack tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Sebenarnya tidak ada yang baru di Oblivion, kalau kamu kebetulan adalah penggemar film-film sci-fi kemungkinan sudah pernah melihat semuanya; Masa depan, bumi hancur, invasi alien, astronot kesepian, tidur panjang, teknologi canggih dalam balutan efek CGI yang mentereng. Ya, apa yang coba dihadirkan Konsinski seperti mencomot ide-ide dari banyak film fiksi ilmiah, bahkan twist dipertengahan film dan klimaksnya, mulai dari yang paling legendaris seperti 2001: A Space Odyssey dan Alien sampai yang modern seperti Independence Day, Wall. E, Prometheus sampai sci-fi indie, Moon. Tetapi tidak peduli seberapapun seringnya ide-ide itu kembali dimunculkan anehnya, kita tidak pernah bosan untuk melahapnya dan Konsinski jelas tahu benar soal itu, jadi ketika ia melakukan peremajaan ide-ide lama ke dalam sebuah wadah baru, tetap saja Oblivion punya daya tarik tersendiri apalagi dengan sosok Tom Cruise berdiri seorang diri dengan latar belakang bumi yang hancur di posternya itu.

Beruntung jika kamu hanya sedikit tahu soal referensi film-film fiksi ilmiah yang sudah saya sebutkan di atas karena Oblivion akan memberikanmu sebuah tontonan yang terasa lebih mengasyikan. Di separuh pertamanya Konsiski memulainya dengan lambat, memfokuskan semuanya pada karkater yang dimainkan Tom Cruise dan pasangannya, Andrea Riseborough, menjelajahi Manhattan yang hancur lebur paska perang besar bersama kendaraan terbang Jack yang canggih dalam balutan visual dan sinematografi cantik dari kamera Sony CineAlta F65 terbaru Claudio Miranda, sinematografer handal yang baru saja memenangkan Oscar dalam Life of Pi.

Sedikit terlalu panjang dan berpotensi membosankan sebelum sebuah twist dipertengahan nanti kembali mencengkeramu, menjungkir balikan segalanya. Bukan twist yang baru memang tetapi tetap saja hal tersebut menjadikan Oblivion menjadi semakin menarik, terlebih ketika semua misterinya perlahan-lahan mulai terungkap dan tensinya bersama banyak adegan aksinya mulai meningkat hingga nantinya ditutup dengan sebuah ending yang familiar jika kamu pernah menonton film-film sci-fi yang saya sebutkan di atas sana.

Yah, mungkin bukan sci-fi paling orisinil yang pernah kamu tonton dengan segala ‘pinjaman’ ide sana-sini, tetapi meskipun basi,  premis tentang kehancuran bumi dan invasi alien plus pesona Tom Cruise yang masih bertaji itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi sebuah kombinasi yang susah untuk ditolak, terlebih sutradaranya, Joseph Kosinski tahu benar bagaimana menghadirkannya dengan balutan teknis yang baik.

Rating
 

Profile Angelina Jolie

Angelina Jolie adalah aktris peraih Piala Oscar yang populer setelah memerankan tokoh jagoan wanita dalam film laris Tomb Raider. Di balik layar, Jolie terkenal atas keterlibatannya dalam berbagai kegiatan kemanusiaan internasional, termasuk menjadi duta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi. Majalah kaum pria, Esquire, bahkan menyebutnya sebagai "perempuan terbaik di dunia atas kebaikan hati, dedikasi, dan keberaniannya". Baru-baru ini, selebriti yang sering masuk dalam daftar perempuan tercantik ini mengunjungi korban gempa di Haiti. Sebagai duta PBB, Jolie memberikan dukungan moral dan memompa semangat penduduk negara di Kepulauan Karibia pasca gempa 7 Skala Richter pada 12 Januari 2010 yang menewaskan ratusan ribu orang.

Lahir di Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS), 4 Juni 1975, Jolie adalah putri bintang film tahun 1970-an, Jon Voight. Film besutan ayahnya, " Lookin' to Get Out with Burt Young" tahun 1982, menjadi film pertama Jolie kecil. Seperti kakak lelakinya, sutradara James Haven, Jolie sepertinya ditakdirkan menjadi aktris. Pada usia 11 tahun, dia mulai belajar seni peran di Lee Strasberg Theater Institute di New York City. Pada usia 17 tahun, Jolie memainkan peran setengah manusia dalam "Cyborg 2" bersama Elias Koteas. Karir Jolie dalam dunia perfilman mulai tampak satu dekade kemudian dengan film berbiaya murah Cyborg 2 (1993). Dalam Hackers (1995), Jolie mulai memerankan tokoh utama. Jolie- yang dalam Bahasa Prancis berarti 'cantik', membintangi beberapa film biografi seperti George Wallace (1997) dan Gia (1998) yang ditulis berdasarkan boografi biografi supermodel Gia Carangi. Berperan sebagai Cornelia Wallace, istri gubernur George Wallace, Jolie meraih Golden Globe Award dan masuk nominasi Emmy Award.




Artis Hollywood seksi ini memenangkan Academy Award untuk Aktris Pendukung Terbaik atas penampilan cemerlangnya dalam drama Girl, Interrupted (1999). Dalam film yang dibintangi oleh Winona Ryder tersebut, Jolie memerankan seorang pasien sakit jiwa yang mengalami depresi parah. Jolie semakin dikenal luas setelah memerankan tokoh utama "Lara Croft" dalam Lara Croft: Tomb Raider (2001). Sejak saat itu menjadi salah satu aktris paling populer dan paling mahal di Hollywood. Salah satu lokasi pengambilan gambar untuk Tomb Raider dilakukan di Kamboja. Di negara Asia Tenggara tersebut, Jolie menyaksikan kecantikan alam, budaya, dan kemiskinan. Dia mengaku pengalamannya di Kamboja membuat mata Jolie terbuka, dan berniat untuk aktif dalam kegiatan kemanusiaan dalam hidupnya.

Jolie mulai mengunjungi kamp-kamp pengungsian di seluruh dunia dan terpilih menjadi duta badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR). Beberapa pengalamannya ditulis dan dipublikasikan di dalam buku laris"Notes from My Travels" yang keuntungan penjualannya disumbangkan ke UNHCR. Suatu kali, perempuan bertinggi 1,73 meter tersebut menyatakan untuk mendevosikan sebagian besar waktunya untuk kegiatan kemanusiaan dengan penghasilannya sebagai aktris. Jolie menyisihkan sepertiga penghasilannya untuk tabungan, sepertiga untuk biaya hidup, dan sepertiga untuk amal. Film dramatisnya berjudul Beyond Borders (2003) paralel dengan beberapa pengalaman kemanusiaannya, meski tidak masuk box office.



Tahun 2002, pemeran utama Tomb Raider ini mengadopsi seorang bocah pengungsi Kamboja bernama Maddox, disusul anak perempuan Ethiopia bernama Zahara yang diadopsi pada 2005. Setelah Tomb Raider, Jolie makin meraup sukses setelah berperan dalam film bergenre komedi-aksi Mr. & Mrs. Smith (2005). Dalam film Mr. & Mrs. Smith, Jolie berpasangan dengan aktor Brad Pitt yang kemudian menjadi teman hidupnya.

Belakangan ini hubungan Jolie-Pitt semakin sering menjadi santapan media AS terkait rumor perpisahan mereka. Meski masih simpang siur, kabar perpisahannya dengan aktor tampan Brad Pitt selalu menarik perhatian publik. Kabar terbaru menyebutkan, pasangan yang dijuluki "Brangelina" tersebut justru menuntut sebuah tabloid di Inggris, News of The World, yang dianggap melakukan tuduhan palsu dengan memberitakan bahwa pasangan itu akan berpisah.

Hubungannya dengan Brad Pitt menyeruak tahun 2005. Saat Jolie membenarkan kabar kehamilannya pada awal 2006, media tak henti-henti mengejar pasangan berjuluk "Brangelina" tersebut. Untuk menghindari kejaran media, mereka "mengungsi" ke Namibia di mana Jolie melahirkan Shiloh Nouvel. Janda aktor Jonny Lee Miller dan Billy Bob Thornton ini memutuskan untuk menjual foto pertama Shiloh melalui distributor Getty Images daripada membiarkan paparazzi mengambil foto-foto pertama Shiloh. Uang hasil penjualan foto Shiloh didonasikan ke badan amal oleh Jolie dan Pitt.

Tahun 2007, Artis Cantik mengadopsi anak tiga tahun dari Vietnam, Pax Thien. Meluruskan spekulasi media selama berbulan-bulan, dalam ajang Cannes Film Festival tahun 2008, Jolie membenarkan bahwa dia sedang mengandung anak kembar. Pada 12 Juli 2008 di Nice, Prancis, Jolie melahirkan bayi lelaki dan perempuan, Knox Léon dan Vivienne Marcheline. Hak cipta foto pertama Knox dan Vivienne dijual ke majalah People dan Hello! senilai US$14 juta- foto selebriti paling mahal. Uang hasil penjualan dimasukkan ke the Jolie/Pitt Foundation.

Jolie pernah dikabarkan menjalin hubungan khusus dengan supermodel lesbian, Jenny Shimizu, pemeran pendamping dalam film laga Foxfire (1996). Shimizu mengakui mereka sering bepergian bersama. Mereka tetap berteman dan beberapa kali menjalin hubungan lebih dari pertemanan di sela-sela hubungan Jolie dengan pria. Jolie memang secara terbuka mengaku dirinya biseksual.

Tahun 2007, Jolie membintangi film drama A Mighty Heart dengan peran Marianne Pearl, istri seorang jurnalis yang dibunuh, Daniel Pearl. Sayangnya, film serius tersebut dirilis di musim box office hingga tenggelam di tengah berbagai film dengan efek-efek khusus berbiaya besar. Juga pada tahun 2007, Jolie menjadi anggota Dewan untuk Hubungan Internasional dan menerima Freedom Award, penghargaan tahunan untuk Komite Penyelamatan Internasional atas kontribusinya dalam kaukus kebebasan pengungsi dan manusia.

Wanita cantik ini juga pernah berkarir sebagai model profesional di London, New York, dan Los Angeles, dan juga tampil dalam video musik beberapa penyanyi seperti Meat Loaf, Lenny Kravitz, Antonello Venditti, dan The Lemonheads. Perempuan bertato ini juga berakting dalam lima film mahasiswa untuk Sekolah Film USC yang semuanya disutradarai oleh kakaknya, James Haven.

Tahun 2008, Ia membintangi Wanted. Setelah mengisi suara tokoh "Master Tigress" dalam film animasi Kung Fu Panda (2008), Jolie kembali bermain dalam film kaliber Oscar, Changeling (2008) besutan sutradara Clint Eastwood. Karakter kuat yang diperankan Jolie sebagai ibu yang mencari anak kandung sebenarnya dalam film tersebut mengantarkannya masuk dalam nominasi Golden Globes dan Academy Awards sebagai Aktris Terbaik.

Dan Berikut adalah sekilas biodata Angelina Jolie :

Nama: Angelina Jolie 
Tanggal lahir: 4 Jun 1975
Zodiak: Gemini
Lahir di: Los Angeles